Saatnya Bercinta

ditulis oleh: Ferry Arbania Sumenep

Saatnya Bercinta

Kita sudah sama-sama pubertas

Bulan dan langit sudah saling setia

memagari malam dengan cahaya rembulan

Pegang erat tangan ini kekasih

Kecuplah daun rindu yang mnelambai di relung sukma

Aku ingin hanya kau yang bisa mengusir resah di hati

Berbicaralah yang jujur

Peganglah janji kesetiaan nan tulus

Agar cinta bersemi dalam jiwa

Dirimu,diriku khan bersatu

Mereguk indahnya cinta

Yakinkan hati mu

Bahwa kau dan aku akan segera bertaut

mengembalikan sisa asa yang pernah kita tinggalkan


saat debar hati saling bersahutan

hingga pun pada kuntum mawar

yang menyemerbak aroma cinta

kau pun datang menyulut rindu di dada

oh,kekasih

ternyata kau semakin sempurna

mari kita berangkat ke kebun surgawi,

lihatlah ,bulan sudah mengembang dingakasa

cahayanya yang perawan

mengajak kita rengkuhan dalam peluk cinta

Sumenep,15 August 2006


Biodata Singkat Penulis

Penyair sekarang penyiar radio nada fm sumenep, wartawan juga . Lahir dan Tinggal di Sumenep,profesi yang digeluti antara lain adalah aktivis Komunitas Musik Musyafir,Ketua Treater Asap,Ketua Umum Study Seni-Budaya Sumenep (SSBS),Koordinator Umum Komunitas Seniman Berdaya.Profesi:Profesional MC,Penyair dan Penyiar Radio Nada Fmadura .Aktif juga diberbagai kegiatan sastra Madura,antara lain :Sebagai Penggiat Bengkel Sastra 7 Langit Sumenep,Pembawa Acara Sastra Udara Remaja di Radio Nada Fm Sumenep .Antologi Puisinya antara lain :Penjara Bulan (Teater Asap,1995),Sihir Rindu (Sanggar GEMA 2000),Gerimis Air Mata(Antologi bersama Penyair Madura 2001) dan Kumpulan Puisi terbarunya (belum terbit) Mushaf Mawar :Puisi Cinta dan Religius.

Kamis, 09 Juli 2009

Kusimpan Rindu

POEM BY :FERRY ARBANIA SUMENEP

Ku simpan rindu ini,my heart
Ketika angin mengabarkan dirimu yang telah kelain hati
Jiwa menangis,terbakar sesal dan api cemburu

Begitu cepat kau akhiri segalanya
Disaat hati berbunga –bunga rasa
Disaat rindu telah membatu
Kau ciptakan prahara
Remuk redam seluruh bangunan cinta

Teganya kau akhiri segalanya
Tanpa sedikitpun sesal
kau telah membuatku seperti hidup
dalam Lumpur pengap
kesal dan sakit hati jadinya

Terima kasih my heart,
karena kau telah memperkenalkan aku sebongkah derita
bawalah sekeranjang kepalsuan yang kau punya
bersama ribuan hati yang siap menjadi gembala cintamu
yang busyet .

Pantai Lombeng 2006

sayap bimbang

[ditulis oleh Ferry Arbania Sumenep sekitar tahun 2001]

sayap bimbang

Tuhan mengutusmu menjadi khalifah.Dan ibumu yang menitipkan sehelai bening putih dari jiwa sang Pujangga.Maka lahirlah persetruan musim dari titian masa yang menunggumu di saujana.Akh,begitu lihai jemari angin memainkan rindu,tanpa terasa kaupun menari dalam pukau burung nadiku.Padang angin.Padang tasbih.Dengung jiwa,menarilah para kekasih,meski dengan kepak sayap bimbang.

WAJAH-WAJAH LUMPUR

WAJAH-WAJAH LUMPUR
Karya :Ferry Arbania

Pak Bakier masih tertunduk lesu di beranda rumahnya.Ia menatap puing-puing sawahnya yang sudah mirip seperti dodol tepung gula jawa.Semburan Lumpur panas itu telah menutup terawang impian keluarganya.Ia menangis sejadi-jadinya,mirip si Umar cucu satu-satunya yang sebagian wajahnya kejiprat cairan lumpur ketan senja itu .Pak Bakier,masih masih dengan tatapannya yang nanar penuh kehawitaran,sesekali memijat-mijat kepalanya yang terasa pening.”Sebaiknya Bapak istirahat dulu,lagian bapak sedang tidak enak badan,ayo tak kerokin di dalam”.Bu Aminah istrinya memopong si kakek yang malang linglung itu memasuki pintu kamar yang terbuat dari potongan seng karat tua berlobang.Sesampainya di dalam kamar,Pak Bakrie mengambil sehelai kertas berwarna hitam pekat.”Tolong berikan surat ini pada Umar,aku sudah tak mampu membelikannya tisyu lagi,biarlah dia menyeka mukanya dengan kertas yang sudah ku bubuhi larutan minyak kelapa,barangkali bisa meringankan rasa perihnya”.Tubuh renta Pak Bakier direbahkan perlahan,diatas dipan yang terbuat dari kayu jati kusam yang di buat 61 tahun silam.Sambil membuka bajunya yang penuh lumpur,gigil tangannya bergerak pelan .Di tariknya kepala Bu Aminah yang setia sembari membisikkan sesuatu,”Bu,kalau aku benar-benar mati sebelum lebaran ketupat tahun ini,tolong kuburkan aku didekat sumur yang pertama kali membunuh tanaman sekaligus sawah dan masa depan anak cucu kita itu.Aku tidak akan kemana-mana,apalagi pergi mengungsi”. Lumpur-lumpur sial itu telah menenggelamkan tiga desa kebanggan kita.Tak ada cahaya kehidupan yang terlihat disana.Pohon-pohon bernyanyi dalam duka cita mendalam,tenggelam dan kering dalam rendaman lumpur . Sawah-sawah yang telah menjadi tumpuan hidup secara turun-temurun,kini tak terlihat sama sekali dan arealnya sudah berubah menjadi hamparan danau lumpur.”Pak,Bapak mau kemana,katanya mau kerokan,di luar banyak angin yang menerbangkan bau lumpur,ntar asma bapak tambah kambuh”.Tanpa menghiraukan panggilan istrinya Pak Bakier meninggalkan gubuknya.Sambil terhuyung-huyung dia segera bergabung dengan ratusan orang yang berbondong-bondong meninggalkan istana lumpur yang sudah mengeras dan mengubur sebagian bangunan mereka.Bangunan hatinya juga.

Senja merah kian berlabuh di ufuk barat.Dan malam sesaat lagi segera mengumandangkan laut kelam.Puluhan anak kecil berkumpul diatas tumpukan batu.Sebilah pisau di gosok-gosokkan perlahan,entah berapa lamanya,tiba-tiba seorang bocah muncul di belakang mereka dengan suara terengah-engah menghampiri anak yang paling tua,yang tidak lain adalah Umar ,cucu pak Bakier yang kini entah kemana.”Syaiful,kenapa kamu kemari,wajahmu kenapa,bukankah waktu terjadinya semburan lumpur didesa ini kamu sedang tinggal bersama tante kamu di Jakarta ?” Saiful terdiam sejenak.Tiba-tiba dari dalam sakunya ia mengeluarkan lembar kertas yang juga sudah berlepotan lumpur.”Tolong bacakan kertas yang sudah saya keliping dari salah satu harian umum pengemban amanat hati nurani rakyat ini ,dan maaf saya tidak bisa bermain dengan kalian,sebab tanteku sudah tidak betah lagi,dan malam ini akan segera kembali ke ibu kota.Maafkan saya Umar,maafkan saya teman-teman.Jangan lupa rajin-rajinlah belajar mencari hidup dalam lumpur.Selamat malam kawan-kawan.Sampai jumpa dilayar telivisi”.Setelah menyerahkan lembaran kertas koran kepada Umar dan menyalaminya mereka ,Syaiful pergi dengan tangis yang begitu mengharu-biru.
Malam kian kelam,cahaya bulan yang menyembul diatas lempengan kabut putih,seolah-olah tengah menangisi ribuan kuncup bunga yang sudah terkubur bersama ribuan asa yang melanglang buana diatas jejak kematian.”selamat malam nak,bisakah salah satu dari kalian mengantarkan saya ke rumah Pak Bakier,kalian kenal Pak Bakier khan ?”.Eh,Paman siapa,dari mana,kok kulit kami sama sekali beda dengan kulit yang terbungkus baju mahal paman,apakah paman seorang menteri yang ingin menolong nasib kami ?”.Anak-anak itu dengan sukarela mengantarkan laki-laki asing yang sengaja datang kedesa mereka untuk sekedar menemui pak Bakier yang konon namanya sudah terkenal dimana-mana.”Oh nak Pindo,kapan datang dari Timur Tengah ,ngg…Julaiha kok nggak ikut serta,apa dia ……………….”.”Katakan sejujurnya nak,apa yang sebenarnya ingin kau sampaikan pada kami,lihatlah lumpur-lumpur yang melumpurkan wajah-wajah penghuni kampung ini.Rasa remuk,benar-benar remukkan jiwa kami nak.Coba bayangkan,luas kawasan ketiga desa yang terkubur lumpur sedikitnya delapan puluh hektar .Kemana kami bisa menikmati kembali aroma singkong rebus, aroma talas atau pada warna padi yang biasa menguning saat burung-burung kecil bersuka cita di sepanjang tanah yang sekarang...hohhh,ternyata hanya bisa dikenang”.Supindo,yang akrab disapa Pindo lagi-lagi terdiam mendengar pengaduan Bu Aminah yang amanah, menceritakan apa sebenarnya yang tengah melanda keluarga,sahabat,tetangga serta orang-orang yang nasibnya kian tak menentu akibat semburan bedak lumpur neraka buatan yang sama sekali tak diinginkan.Bahkan mengharuskan mereka, wajah-wajah mangsai nan berlumpur, terusir dari kampung halaman sendiri dan hidup dalam pengungsian yang mengerikan.”permisi,maaf bu saya harus mencari Pak Bakier sekarang juga.”Hallo,oh Pak DPR,baik Pak,iya,iya ,saya paham,semua ditanggung beres.Baik Pak silahkan baca besok di laporan khusus.Baik,pasti Pak.selamat malam”.
Sepertiga malam,suara angin yang hinggap didahan-dahan resah ,mengantarkan dengkur purnama dalam relung bumi yang pengap.Sementara itu di beranda rumah yang masih tersisa,seonggok kursi tua dan meja bundar mirip peci Pak Salim yang kemarin mati mendadak gara-gara terserang asap Lumpur hitam kelam yang menyeruak lewat atap rumah dan dinding rumahnya yang nyaris tak berwajah hunian lagi.Radio kebanggan Pak Bakier tengah memperdengarkan siaran News Radio terkemuka di Jawa Timur.”Penikmat nada/rencana dibangunya waduk Lumpur yang permanen/untuk menampung luapan Lumpur yang belum berhenti hingga hari ini/ kemarin mulai menimbulkan gejolak di tengah masyarakat//”akh sungguh tak berperasaan !ini jelas sudah sangat keterlaluan sekali.Ini bukan bencana alam Pak Pindo.Berantas saja semua rencana yang tak manusiawi itu.Coba pikir Pak,apa sih artinya sok perhatian sama rakyat ,tapi malah menambah kepedihan kami.Apakah layak desa kami ditenggelamkan hanya untuk membangun waduk kualat,hah ?!”.Coba nikmati lagu Godbless ini Pak.
“Hanya bilik bambu/tempat tinggal kita/tanpa hiasan/tanpa lukisan/beratap jerami/beralaskan tanah/namun semua ini/tinggal kita/memang semua ini milik kita….sendiri//
iya Bu,saya sudah menikmati syair lagunya.Mentyentuh sekali dan mits sekali dengan apa dirasakan oleh penghuni kampung yang kini pindah pada relung tangis pedih.Tapi,bagaimana kita mesti melawan musibah ini Bu ?.Pak Pindo,kami memang orang desa yang bodoh dan bisa dipermainkan.Namun satu hal yang harus bapak kenal dari kehidupan hati kami yang sebenarnya.Bahwa ini adalah tanah yang telah menyaksikan tangis pertama kami.dan ditanah ini pulalah,kami ingin dikubur.Ingat Pak !apa yang menimpa tanah kami bukan bencana alam.Bukankah masih banyak cara lain yang bisa dilakukan untuk menanggulangi luapan Lumpur ini pak.Jadi nggak usah mengorbankan desa kami.Dan kalau keinginan itu harus terealisasikan dengan paksa,maka tujuan sebenarnya adalah untuk mengusir kami dari kehidupan yang menyesakkan ini.Sudah jelas semuanya Pak Pindo?.Jadi ……..
Ya waduk itu tak perlu dibangun dan desa ini tak perlu di musnahkan.Sebab bagaimanapun juga ,Lebih baik disini/di-rumah kita sendiri.Dirumah Lumpur yang senantiasa kami cintai dengan sepenuh jiwa raga kami.[saya bukan cerpenis..Dan ini hanya sebuah karya sastra kemanusiaan yang tidak pernah dikirm ke media apapun. Tanpa edit dan merupakan sebuah kado kemanusian yang ditulis oleh seorang wartwan yang juga penyiar radio.Ferry Arbania Sumenep Madura].Terima kasih Anda telah menyimaknya.Mohon saran dan kritiknya.

Di gerbang senja

puisi ditulis oleh : Ferry Arbania Sumenep

Di gerbang senja
Kusam langit menidurkan lelah
Langit beratap tangis dan siul kabut
aku mabuk dalam tarian -Mu

Angin berjarak-jarak ditiang kota
Kau sadap suaraku dalam lipatan pandang

sehelai resah

oleh Ferry Arbania Sumenep
Dihamparan resah dan ketakutan serta penderitaan yang menyayat jiwaku.Aku telah menyadarinya.Kegagalan demi kegagalan,sudah pasti kesalahanku.Penderitaan demi penderitaan sudah ku tegak bersam cemoohan kanan kiri.Dan kenapa aku tak juga belum menemukan cahaya-Mu?
Aku tidak sok sufi.dan barangkali tidak mau sufi.Sebab zuhud adalah menzakatkan egoisme diri [9 juli sehabis pemilu 8 juli 2009]

Merah Putih Luka

ditulis oleh : Ferry Arbania Sumenep

Merah Putih Luka

Rembang panorama senja hari
Melukis wajah –wajah termangu
Ketika laut dan angin
membawa kisah perawan yang terluka
: Maka terciptalah sebait puisi
Dari sisa kain yang terkelupas

‏2006‏‏-‏08‏‏-‏09‏

Cahaya setengah Indonesia

Oleh: Ferry Arbania Sumenep

Selamat pagi Indoesia
Apa kabar aceh ;sesuap kemerdekaan yang tergadai
Deru nafas yang memburu
Legam makna nurani :jangan tergadai
Meski nyilu kotamu;masih terasa
Jerit dan keputus-asaan
Melangit jiwa kamar-kamar kemanusiaan
Lumpur awan,di pucat makna
Kaki mendung bersinggah-singgah kalut
Di rongga dada

Anak-anak batu
mengelinding diruang kepala
Nafas tersedak
Kaki beruas bambu,terbelah-belah,
Api bermukim di sumur-sumur jantung
Menandai sejumlah keroncongan bayi-bayi

Dari 2004-2006 yang tertinggal

Doa’ dari pedalaman

Karya: Ferry Arbania


banyak telinga mendengar kami
banyak suara menyoal kami
tapi siapa punya nurani,keti pemuda hari ini
dibungkam dengan jubah retorika dan sorban paternalistic extremis berlebihan
kekuasaan telah menutup ruang gerak kami
hari ini adalah dunia kami
biarkan kami mengisi kampung kami dengan perdamaian
kami pemuda adalah manusia biasa
butuh makan dan butuh udara bebas untuk bernafas
tapi,Tuhan mana yang telah menyuruhmu menutup jalan kami,dan
malaikat mana yang telah membisiki jiwamu melarang kami bergerak menuju titah baginda Rosul
kami adalah rijaalul ghad,bukan kau pemilik kekuasaan semu.
Tuhan ku tuhan mu satu
Mari bersatu menuju menara surga
07:45/24/02/06

Hingga luka bersisa

Karya: Ferry Arbania

Pori-pori syahadat;
Denyut jantung
Ribut dedaunan
Berebut ,dibenturan kantuk

Kelopak mawar.
Telanjang berserak
Tangis bom:bergolaklah,golak
Bumi terkesiap
Jerit menyentak ledak
Kanvas tangis,bermiyak-minyak darah
Seperti raut dunia;kini kau bertahan dalam serbuk kimia
Meski sempurna luka-luka
Sampai juga huru-hara
18:45/21-11-‘05a

Lubangi saja jantungku

Karya : Ferry Arbania [ditulis tgl 9 Juli 2009 jam 24.45 WIB]

Jika badai
yang mesti menghitani kejantananku (malam ini)
Mugkin kau akan menimbuni jasadku dengan getah bumi yang berkarat
Dan,jika saja kau temukan pelumas tanah yang tersembunyi dikedalaman belantara
Bisakah kau tentukan harga sebuah kelamin?

Kemanapun kau bertamu
Kau takkan dirisaukan
Tapi selat yang menghidupi nelayan kami,tidak untuk kau keruhkan
Darah sudah sangat berarti
Nyawa-nyawa siap digadaikan

Jangan bondo nekat, aparat
Atau kalian bercumbu dengan celurit kami
Terus saja berulah
Atau singa-singa kami yang bangkit

Kami telah punya kata untuk saling setia
kita sama punya cinta
berlaku santun
Tapi kehidupan,siapakah dapat merusaknya

Gempa telah datang hampir disetiap tapak kaki
Tapi kesetiaan pada tanah dan laut yang mengenyangi perut kami
Sampai juga pada putih tulang-tulang kami
Kau takkan menginjak perut kami
Kecuali selat rindumu sendiri bocor mengalur
Dan hijrah pada sajak yang tak tertulis
Yakni, ma-ti !


Kembali ke halaman depan

Puisi Emha

Begitu engkau bersujud, terbangunlah ruang yang kau tempati itu menjadi sebuah masjid

Setiap kali engkau bersujud, setiap kali pula engkau dirikan masjid
Wahai, betapa menakjubkan, berapa ribu masjid yang telah kau bangun selama hidupmu?
Tak terbilang jumlahnya, menara masjidmu meninggi, menembus langit, menemui alam makrifat:P">>

:P">>Setiap gedung, rumah, bilik atau tanah, seketika bernama masjid, begitu di kau tempati untuk bersujud
Setiap lembar rupiah yang kau sodorkan kepada ridha Tuhan, menjelma jadi sajadah kemuliaan
Setiap butir beras yang kau tanak dan kau tuangkan ke piring ke-ilahi-an, menjelma se-rakaat sembahyang
Dan setiap tetes air yang kau taburkan untuk cinta kasih ke-Tuhan-an, lahir menjadi kumandang suara adzan:P">>

:P">>Kalau engkau bawa badanmu bersujud, engkaulah masjid
Kalau engkau bawa matamu memandang yang dipandang Allah, engkaulah kiblat
Kalau telingamu mendengar yang didengar Allah, engkaulah tilawah suci
Dan kalau gerakan hatimu mencintai yang dicintai Allah, engkaulah ayatullah:P">>

:P">>Ilmu pengetahuan bersujud, pekerjaanmu bersujud
Karirmu bersujud, rumah-tanggamu bersujud, sepi dan ramaimu bersujud, duka deritamu bersujud:P">>:P">>

Dan menjadilah engkau masjid.

EMHA AINUN NADJIB

"KAMU DIRACUNI OLEH OKNUM TERTENTU
NAMANYA TAWAR MENAWAR YANG TIDAK SEPADAN
KAMU DIHASUT
HATIMU DIBAKAR OLEH TAMU ASING
YANG DATANG DENGAN TOPI BAJA KEKUASAAN
KAMU DITUNGGANGI OLEH PIHAK KETIGA
YANG BERNAMA TEKANAN DAN DUKA DERITA"

cuplikan dari puisi
"menembus jantungmu sendiri"
1994

http://www.gusmus.net:

»Sampak Gusuran Berpijak pada Kekayaan Musik Indonesia (6 Juli 2009 10:10:54)
»Ketika Bima Arya Menjadi Minoritas (5 Mei 2009 12:54:09)
»Noe Letto, Hadiri Acara Perkawinan Putri Gus Mus (23 Maret 2009 17:56:58)
»Musthofa Kumayl, Menyanyi dan Melakoni Sufi (2 Maret 2009 15:44:56)
»Ibuisme ala Myra Diarsi (16 Januari 2009 09:38:05)
»Angelina Sondakh Tidak Mau Ditangkap KPK (20 Desember 2008 18:11:27)
»Alwi Shihab Kecewa Mental Para Birokrat (6 Desember 2008 10:35:34)
»Syafii Maarif, Cari Pemimpin Pro Rakyat (6 Nopember 2008 23:19:45)
»Lukman Hakim dan Islam Kebelet (10 Oktober 2008 14:26:25)
»Gus Dur: Islam Indonesia Melorot (2 September 2008 16:24:47)
»Moza Pramita, Jadi Moderator Diskusi Seks (6 Agustus 2008 17:25:05)
»Dhini Aminarti Susah Berhemat (20 Juni 2008 18:25:40)
»Happy Salma, Bela Kebebasan Tanpa Kekerasan (14 Mei 2008 12:08:44)
»Inneke Koesherawati : Akhir itu Lebih Penting Daripada Awal (22 Maret 2008 18:09:23)
»Oneng Yang Super Sibuk (3 Februari 2008 17:39:33)
»Didi Petet, Pokoknya Mengalir Saja (10 Desember 2007 21:00:19)
»Arzety Bilbina, Cantik Luar-Dalam (7 Nopember 2007 16:14:43)
»Vinny Alvionita, Lebaran Tanpa Ayah Tercinta (15 September 2007 19:18:18)
»Ulil Abshar Bingung Ngomong Keluarga Sakinah (18 Agustus 2007 13:18:21)
»Sekolah Seperti Penjara (5 Juli 2007 19:04:39)
»Nagabonar Modern Berjuang Melawan Kapitalisme (13 April 2007 14:08:31)
»El Manik Menjadi Muslim Karena Film (20 Maret 2007 13:01:06)
»Kaum Muslim dan Warga Etnis China Harus Bersatu Kembali (23 Februari 2007 17:32:54)
»Zaskia ingin Kerja Sosial (15 Desember 2006 18:34:15)
»Pak Ud pilih Monogami (8 Desember 2006 00:24:42)
»Tukul, Kiai yang Menyamar (19 Nopember 2006 00:42:44)
»Sandy Syarif Kecelakaan di Malam Takbiran (18 Oktober 2006 22:07:29)
»Berliana Febrianty Jadi Ibu Rumah Tangga Selama Puasa (5 Oktober 2006 19:39:46)
»Iwan Fals Ingin Jum'atan di Masjid Demak (28 September 2006 22:42:07)
»Pesantren Tidak Mungkin Cetak Teroris (14 September 2006 22:42:05)
»Dhea Ananda Puji Puisi Gus Mus (1 September 2006 13:11:42)
»Tips Inez Tagor Dalam Mendidik Disiplin Anak (11 Agustus 2006 18:12:36)
»Natalie Sarah Menemukan Damai dalam Islam (3 Agustus 2006 23:01:06)
»“Kawin Emas” Kiai Ilyas Ruhiyat: Istri Pertamanya, Pesantren (21 Juli 2006 03:17:40)
»Zidane Melawan Rasisme (14 Juli 2006 20:13:51)
»Peduli Korban Gempa Ala Peggy (15 Juni 2006 17:25:20)
»Peduli Kampung Halaman, Sheila on 7 Konser Amal di Kalimantan (1 Juni 2006 18:08:52)
»Ungkapan Hati Fatin Hamama (24 Mei 2006 12:39:45)
»Bila Nia Dinata Bicara Poligami (19 Mei 2006 00:12:57)
»Masayu Anastasia, Dapat Berkah Dari Tanah Suci (11 Mei 2006 10:17:11)
»Kalau Ratna Sarumpaet Kesal (5 Mei 2006 00:47:24)
»Olga Lydia Ogah Berpolitik (27 April 2006 17:17:49)
»Kalau Deswita Maharani Ogah Merokok (11 April 2006 16:13:24)
»Kagumnya Piyu PADI pada Gus Mus (24 Maret 2006 04:18:57)
»Seriusnya Idris Sardi Mempersiapkan Pentas dengan Gus Mus (16 Maret 2006 23:40:24)
»Bila Olga Lydia Menjaga Kesehatan (9 Maret 2006 22:58:10)
»Peggy Melati Sukma, Prihatin Tayangan Infotainment (23 Februari 2006 23:33:35)
»Tahun Baru Islam di mata Iis Dahlia (16 Februari 2006 20:39:31)
»Ketika Franky Peduli Petani (20 Januari 2006 00:05:15)
»Tips Mendidik Anak ala Ratih Sanggarwati (5 Januari 2006 15:09:11)